December 14, 2024

Jangan Bertanya: Hai Waktu, Dimana Engkau?

0

HAI waktu dimanakah engkau? Bagaimana bentukmu? Tidak akan ada jawaban. Tetapi kita sering mendengar kata-kata mutiara mengenai kehidupan. Ada yang mengatakan hidup adalah sebuah perjuangan. Ada pula yang mengatakan hidup adalah ziarah. Lalu seorang yang melihat kematian sebagai akhir dari segala-galanya mengatakan hidup adalah sebuah perjalanan menuju kematian. Bagi orang yang sakit terlalu lama, mengatakan bahwa hidup adalah sebuah penderitaan.

Semua ungkapan ini menunjukkan bahwa menjadi sebuah kondisi yang sangat penting dalam hidup manusia. Dalam kata-kata mutiara ini tersirat keyakinan bahwa waktu itu penting dan tidak dapat dipisahkan dari hidup. Ia gembira atau susah dalam waktu. Ia marah atau lemah lembut, semua berjalan dalam waktu.

Fakta lain yang menyiratkan pentingnya waktu, terlihat pada waktu orang lahir atau meninggal. Orang bergembira bila seorang anak dilahirkan. Ia mulai menjalani hidup dalam waktu. Orang menangis ketika seorang yang dikasihi meninggalkan kita ke alam sana. Ia meninggalkan waktu. Ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ia tidak mampu mengongkosi anak, bercanda yang semuanya dilaksanakan dalam waktu.

Tetapi menjadi pertanyaan, apa itu waktu. Pertanyaan ini sulit dijawab. Sama dengan ruang, waktu tidak dapat ditangkap dengan panca indra seperti kita melihat pohon, melihat manusia, merasakan enaknya makanan ayam goreng, ngerinya bau parfum di tempat pelacuran. Waktu tidak dapat ditunjuk seperti bulan atau matahari.

            Anehnya bila Anda masuk kantor, orang mengatakan pada Anda waktu sudah lewat, Anda tidak bisa mendapat pelayanan lagi. Orang menunjukkan pukul tiga lewat empat puluh menit. Ia mengatakan pelayanan tidak ada lagi.Karena jam kantor sudah selesai. Waktu sebenarnya tidak mengatakan apa-apa.Ini hanya tindakan manusia. Karena itu, katanya, di ruang judi di Las Vegas, tidak ada jam satu pun, supaya orang tidak ingat akan waktu.

  • Kemauan Untuk Bertindak

            Andaikata semua lampu dinyalakan, dimana orang tidak tahu lagi, membedakan siang dan malam, waktu sebenarnya tetap sama. Ada ungkapan, manusia ditentukan oleh ruang dan waktu. Manusia terbatas, tetapi sebenarnya, waktu tidak mebatasi siapa pun. Ruang pun tidak membatasi seorang pun. Ruang pun tidak membatasi siapa pun. Bila Anda semakin ke angkasa, Anda akan menemukan bahwa ruang itu akan tetap luas. Batas pemandangan manusia yang menentukan cakrawala. Hanya badan kitalah yang terbatas.

            Manusia membuat jam atau arloji. Ia mengatur waktu yang berjalan begitu saja. Tujuannya tidak lain adalah agar manusia mengambil keputusan untuk bertindak, berbuat. Dengan merencanakan Pelita dalam konteks Indonesia, misalnya, merupakan kemauan bangsa ini untuk bertindak. Bila apa yang direncanakan tidak dilaksanakan, bukan waktu yang dirugikan, tetapi orang Indonesia sendiri yang mendapat kerugian. Waktu adalah adalah phanta rei, selalu mengalir seperti air. Tidak ada sesuatu pun dikatakan tetap. Manusia berusaha menangkapnya dengan ukuran Senin, Selasa, rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu dan Minggu atau pukul 1, pukul 2, dan seterusnya, atau tanggal satu, dua.

            Waktu memang sulit digenggam, karena waktu bukan sebuah batu atau sebuah kue. Waktu seperti dikatakan oleh Aristoteles adalah sebuah ukuran perubahan. Orang berubah daru tadi dan ia sampai pada keadaan kini. Orang mengalami perubahan, baru perubahan di ukur secara linier dengan ukuran waktu.

            Karena itu waktu mempunyai makna atau tidak, tergantung pada manusia. Ada yang menyelesaikan studi dalam tempo delapan semester dan ada yang sepuluh semester, bagi waktu sama saja, tetapi bagi manusiamempunyai arti. Waktu selalu menunjukkan orang mengambil keputusan dan bertindak. Seorang dapat memutuskan untuk tidak bekerja atau bermals-malas, tetapi ada yang memutuskan untuk bekerja mati-matian.

            Etos kerja, bukan tergantung pada waktu tetapi pada manusia. Manusia mesti menggunakan waktu untuk bekerja. Waktu adalah rahmat yang diberikan untuk digunakan. Bila tidak digunakan, manusia yang mendapat kerugian.

  •  Keabadian Dan Pengadilan

Dalam waktu selalu ada unsur keabadian dan pengadilan. Harapan akan hari depan yang cerah merupakan unsur keabadian . Ia tidak mau terkungkung oleh masa kini. Keadilan dan kejujuran, dapat dilihat dalam perbuatan si Joni atau si Ratna yang dapat diukur oleh ruang dan waktu. Tetapi keadilan dan kejujuran itu sendiri tetap tidak dapat diukur dengan ukuran waktu atau ukuran ruang.

Dalam arti tertentu tabiat manusia sudah diadili, ditentukan baik buruknya dalam waktu. Seorang yang malas bekerja sudah diadili disini dan bukan nanti di “surga” dimana tidak ada waktu dan ruang lagi.

Keabadian menampilkan wajah dalam waktu dan ruang. Tetapi tetap tidak dapat ditangkap seluruhnya. Orang yang berada dalam waktu, mengekspresikan dari sesuatu yang misteri, luhur. Keindahan tidak dapat ditangkap seluruhnya dalam ruang dan waktu. Karya Seni yang menampilkan keindahan, sebenarnya menampilkan sesuatu yang kekal, yakni keindahan Musik Mozart, misalnya, ditangkap oleh tinggi dan cepat-lambatnya suara, menampilkan keindahan dan membawa manusia anatara ada dan tiada.

Karena itu setiap tindakan orang pada masa kini, sudah ditandai oleh keabadian. Tingkah laku yang tidak senonoh, juga mempunyai nilai keabadian yang disebut kejahatan, kebejatan. Perbuatan yang baik yang dapat ditangkap dalam ruang dan waktu, mempunyai nilai keabadian yang disebut kebaikan. Karena itu jangan bertanya : Hai waktu, dimana engkau?.

Dr. Wahyu Lay, Cipeucang – Jonggol Bogor/Foto ilustrasi: Charity Golf GPIB 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *