Bank Indonesia Pertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) Sebesar 3,50%
JAKARTA, Update – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut, melalui berbagai langkah sebagai berikut:
- Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi;
- Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada perkembangan komponen SBDK secara granular serta faktor yang memengaruhi (Lampiran);
- Memastikan kecukupan kebutuhan uang, distribusi uang, dan layanan kas dalam rangka menyambut bulan Ramadhan serta Hari Raya Idulfitri 2022;
- Mendorong kesiapan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) khususnya PJP first mover, dalam rangka implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) guna mendukung interlink antara perbankan dan fintech;
- Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, sertameningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Perbaikan ekonomi dunia berlanjut namun berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, disertai ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat, seiring dengan eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.
Eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang mulai mereda. Pertumbuhan berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Volume perdagangan dunia juga berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sejalan dengan risiko tertahannya perbaikan perekonomian global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung. Harga komoditas global meningkat, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global.
Eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global, disamping karena kenaikan suku bunga bank sentral AS dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya, sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi.
Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal, seiring dengan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman (safe haven asset), dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia. /fsp