Kondisi Ekonomi Resilien: 55 Persen GDP dari Konsumsi Rumah Tangga

0

JAKARTA, Update – Kondisi ekonomi Indonesia masih resilien di tengah dinamika ketidakpastian global dan adanya pelemahan akibat kenaikan suku bunga. Apalagi dibandingkan beberapa negara ASEAN dan negara anggota G20 lainnya, Indonesia dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 5% merupakan salah satu brightspot di dunia.

Situs Kemenkeu RI menyebutkan seperti yang disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) dalam pidato kuncinya pada acara Permata Bank’s Indonesia Economic Outlook 2024, pada Selasa (7/11) di Jakarta. “Beberapa leading indicators tetap relatif kuat hingga September 2023,” kata Wamenkeu.

Lanjut disampaikan, indeks konsumsi masyarakat masih baik dan tinggi. Menurut Wamenkeu, ini menjadi hal yang bagus karena 55% GDP Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga. Sementara itu, PMI Indonesia terus berekspansi, dan indikator produksi seperti konsumsi semen dan listrik juga masih tumbuh positif. Menurut Wamenkeu, ini artinya ekonomi Indonesia terus ekspansif. 

Indonesia juga berhasil menjaga angka infasi.  Angka inflasi terakhir yang diumumkan adalah sebesar 2,6%. Ini adalah angka yang relatif masih terkendali. Namun, Wamenkeu mengingatkan bahwa Indonesia harus tetap waspada karena inflasi ini berasal dari volatile food kenaikan harga pangan akibat El-Nino. Menurutnya, saat ini tantangannya adalah memastikan stabilitas. Maka, pemerintah menyiapkan sejumlah paket kebijakan untuk mengantisipasi dampak El-Nino dan dinamika global sehingga inflasi akan tetap terkendali.

Wamenkeu juga mengatakan bahwa biasanya belanja pemerintah di kuartal keempat akan lebih besar dan cepat menjelang akhir tahun. Harapannya belanja pemerintah yang meningkat ini  akan mengamankan pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga masih tetap sesuai angka proyeksi tahun ini yaitu sekitar diatas 5%.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III telah dirilis oleh BPS sebesar 4,9%. Namun, kami meyakini bahwa pertumbuhan Indonesia hingga akhir tahun 2023 akan tetap di angka proyeksi 5,1%. Kuarter keempat akan menjadi kuncinya,” terang Wamenkeu.

Di sisi lain, defisit fiskal pada APBN tahun ini disetel di angka 2,84% dari PDB. Namun demikian, realisasi pada akhir semester I 2023 menunjukkan angka yang lebih rendah dari proyeksi awal.

“Pada Juli lalu, ketika pemerintah melaporkan secara resmi ke DPR mengenai posisi fiskal Indonesia, kami memperkirakan defisit fiskal tahun ini akan berada di kisaran 2,3% dari PDB. Jadi lebih rendah,” lanjut Wamenkeu.

Pemerintah masih menghitung apa-apa yang akan terjadi hingga akhir tahun. Namun, Wamenkeu mengatakan bahwa meskipun belanja pemerintah akan lebih tinggi dan dipercepat pada kuartal keempat, pemerintah masih melihat kemungkinan defisit hingga akhir tahun akan bisa di bawah 2,3%. Hal Ini sangat penting karena dapat menjaga posisi fiskal Indonesia.

“Namun seperti yang terlihat dari data perekonomian Indonesia, meskipun defisit fiskal menurun pada tahun lalu dan (kemungkinan juga) pada tahun ini, hal tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan Indonesia. Mengapa? Karena perekonomiannya tangguh,” papar Wamenkeu.

Perekonomian Indonesia yang Tangguh itu terlihat dari masyarakat yang meningkatkan konsumsi, dan investasi, serta net ekspor yang meningkat. Hal ini juga terlihat dari pertumbuhan yang positif pada penerimaan pajak pada sektor-sektor utama.

“Jadi, perekonomiannya yang tangguh. Bukan hanya APBN yang tangguh, tapi perekonomian Indonesia secara keseluruhan juga tangguh. Ini merupakan fundamental yang sangat baik untuk situasi perekonomian Indonesia,” tukas Wamenkeu. /fsp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *