Kemiskinan Menurun di Tengah Risiko Global, APBN Jadi Shock Absorber

0

JAKARTA, Update – Pemulihan ekonomi berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin dari tingkat kemiskinan Indonesia per Maret 2022 yang kembali menurun menjadi 9,54 persen dari semula 9,71 persen di bulan September 2021 (Maret 2021: 10,14 persen).

Laman Kemenkeu RI Selasa (19/7) menyebutkan, tingkat kemiskinan terus dalam tren menurun di tengah tekanan harga komoditas global, khususnya harga pangan dan energi yang berdampak pada harga-harga domestik dan daya beli masyarakat.

“Ini merupakan hal yang positif, mengindikasikan efektif dan perlu dilanjutkannya fungsi APBN sebagai peredam guncangan (shock absorber),” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Angka kemiskinan menurun meskipun ambang batas garis kemiskinan Indonesia meningkat seiring meningkatnya berbagai risiko perekonomian. Ambang batas garis kemiskinan pada Maret 2022 meningkat sebesar 4,0 persen menjadi Rp505.469 dari sebelumnya Rp486.168 pada September 2021.

Meskipun garis kemiskinan mengalami peningkatan, kata Febrio, angka kemiskinan Indonesia tetap dapat diturunkan. Studi Bank Dunia (Juni 2022) menyebutkan bahwa kenaikan harga komoditas di dalam negeri, yang dipicu oleh pergerakan harga komoditas global, diperkirakan akan menaikkan angka kemiskinan sebesar 0,2 poin persentase.

“Program PC-PEN yang diimplementasikan oleh Pemerintah, yang salah satunya menyasar kesejahteraan penduduk turut berperan dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung perbaikan indikator tingkat kemiskinan, di samping program yang dinikmati langsung oleh masyarakat seperti subsidi dan bantuan sosial,” kata Febrio.

Lebih lanjut, Febrio menjelaskan penguatan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut juga turut mendorong perbaikan tingkat kemiskinan. Perbaikan tingkat kemiskinan pada Maret 2022 terjadi secara merata baik di seluruh pulau di Indonesia maupun di tingkat perdesaan dan perkotaan. Secara spasial, tingkat kemiskinan di perkotaan menurun menjadi sebesar 7,50 persen. Sementara itu, angka penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi 12,29 persen.

Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur dengan Rasio Gini sedikit meningkat, dari semula 0,381 pada posisi September 2021 menjadi sebesar 0,384 pada Maret 2022. Kenaikan Rasio Gini didorong oleh meningkatnya ketimpangan di perkotaan per Maret 2022 menjadi 0,403 dari 0,398 pada September 2021. Di sisi lain, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga mengalami perbaikan dari semula 6,49 persen pada Agustus 2021 menjadi sebesar 5,83 persen per Februari 2022.

Febrio menyampaikan kebijakan lain yang cukup krusial dalam menjaga daya beli masyarakat adalah kebijakan untuk tetap mempertahankan harga jual energi domestik meskipun dengan konsekuensi naiknya belanja subsidi energi dan kompensasi. APBN telah mengambil peran penting sebagai shock absorber dengan meredam kenaikan tekanan harga komoditas global.

Jika tekanan harga komoditas global dibiarkan tertransmisi pada harga-harga domestik, inflasi Indonesia kemungkinan akan setinggi inflasi di banyak negara. Dampaknya adalah kenaikan tingkat kemiskinan penduduk,” ujar Febrio.

Oleh karena itu, menurut Febrio, kebijakan Pemerintah untuk mempertahankan harga jual energi domestik menjadi sangat krusial untuk mencegah naiknya angka kemiskinan penduduk. Pemerintah juga akan terus meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja serta memperkuat program-program yang memberikan perlindungan pada masyarakat.

“Ke depan, Pemerintah akan terus berupaya menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional sehingga akan menciptakan kesempatan kerja baru. Upaya menjaga kesehatan fiskal juga cukup krusial sehingga dapat berperan optimal sebagai shock absorber yang mampu meredam gejolak yang terjadi sehingga masyarakat khususnya kelompok miskin dan rentan dapat tetap terlindungi,” tutup Febrio. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *