Serakah Itu Adalah Hidup yang “Tidak Hidup”
Oleh: Dr. Wahyu Lay Cipeucang, Jonggol, Bogor, Jawa Barat, Penulis Ahli EmitenUpdate.com
KETIKA seseorang bertemu kawannya yang tidak akan merayakan Hari Ulang Tahunnya, ia berkata dengan pembenaran sebagai berikut : “Itu bagus! Lebih baik kita lupakan saja bahwa kita menjadi tua!”. Jadi baginya rupanya Hari Ulang Tahun berhubungan erat dengan masalah “menjadi tua”, – suatu masalah yang kadangkala sangat menggelisahkan orang.
Di Belanda, rasanya orang mulai menjadi gelisah apabila seseorang mencapai umur 60 tahun, karena ia sebentar lagi pensiun dan sesudah itu rasanya akan semakin tidak-ikutserta dalam kehidupan orang banyak. Semakin terpencil di rumah-rumah Orang Tua dan juga semakin sepi menanti datangnya mati. Tapi apa boleh buat : Semua orang menjadi tua. Soalnya ialah : Bagaimana kita menjadi tua ?
Saya teringat cerita berikut ini, suatu percakapan antara seorang Nenek dengan Cucunya.
–Si cucu bertanya kepada neneknya : “Nek, bulan ini berapa umurmu?”.
-“70 tahun. Kenapa sih?”, jawab Nenek.
-Wah, sudah tua betul, dong. Tapi yang dikatakan tua itu apa sih?”.
– Lalu neneknya berkata : “Apabila seseorang sudah tidak lagi tahu bergembira, seperti anakanak : apabila seseorang tidak sanggup lagi memikirkan sesamanya manusia : apabila seseorang tidak memperdulikan lagi kawan-kawannya sendiri : apabila seseorang tidak mau lagi menyibukkan diri untuk menjadikan hidup orang lain hidup yang gembira dan penuh kesukaan ….. kira-kira pada waktu itulah seseorang itu menjadi tua”
-Setelah berfikir beberapa saat, lalu cucu itupun berkata : “Ah, kalau begitu nenek ini belum tua !
Mendengarkan percakapan itu kita menjadi sadar akan yang terutama di dalam hidup ini. Hidup ini sebenarnya memberi : memberikan diri kita diantara anak-anak yang bergembira : memberikan perhatian kita kepada orang lain : memberikan waktu kita untuk orang lain : memberikan hidup kita untuk kesenangan dan kebaikan kehidupan manusia Bersama.
Padahal banyak juga orang yang mengira, hidup itu memiliki : hidup itu mempunyai : mempunyai uang, mempunyai isteri, anak, kedudukan, mempunyai rumah, mobil dan entah apalagi. Tetapi itu tidak benar !
Seperti dikatakan nenek tadi kepada cucunya, apabila seseorang tidak tahu, tidak mampu, dan tidak mau lagi memberikan diri ….. maka orang itu sesungguhnya tua! Dalam arti bahwa ia tidak-ikut-serta lagi dalam hidup ini, -tidak lagi ikut hidup.
Jadi kalau kita hanya punya, -punya banyak sekali untuk diri kita sendiri, kita tidak hidup sebenarnya, sebab hidup adalah memberi.
Dalam Injil ada tersurat perkataan ini dari Yesus : “Setiap orang yang mau mengikuti aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut aku. Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya. Tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?”. (Markus 8 : 34 – 36). Dan “kehilangan nyawa” adalah suatu ungkapan, untuk menyatakan “tidak hidup”, -padahal yang perlu itu adalah hidup.
Serakahnya orang banyak dalam masyarakat kita, mau mempunyai segala sesuatu, sesungguhnya mengakibatkan manusia dalam masyarakat kita ini tidak hidup lagi.
Banyak yang mengira dengan punya semua ia akan menyelamatkan dirinya. Tetapi lupa bahwa dalam keserakahannya itu dia tidak hidup lagi. Dia kehilangan nyawanya. Sebab justru barang siapa yang tahu memberi, memberi seluruh dirinya, dia itulah yang hidup. Dia itulah yang menyelamatkan nyawanya.
Jadi : Kita tidak perlu takut untuk menjadi tua. Sebab selama kita tahu memberikan hidup kita ini, kita sepenuhnya ikut serta di dalam hidup manusia dan kita pun tidak menjadi tua.***