Pemerintah dan Banggar DPR Sesuaikan Asumsi Makro RAPBN 2024, Ini yang Berubah
JAKARTA, Update – Asumsi dasar ekonomi makro dalam postur sementara RAPBN 2024 diselaraskan dengan perkembangan ekonomi terkini dan prospek perekonomian ke depan, terutama menyangkut harga minyak yang bergerak cepat beberapa waktu terakhir.
“Kalau kita lihat keputusan Saudi dan Rusia untuk menahan jumlah produksi juga telah menimbulkan kenaikan dari harga minyak. Di satu sisi prospek perekonomian global terutama Amerika dan RRT tentu menjadi salah satu faktor,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada Kamis (7/9/2023)
Lanjut seperti dilansir laman Kemenkeu RI, asumsi harga minyak mentah (ICP) pun disesuaikan menjadi $82 per barel dan lifting minyak bumi menjadi 635 ribu barel per hari. Sementara itu, asumsi lain masih sesuai dengan yang diusulkan dalam RAPBN 2024.
Adapun, sasaran dan indikator pembangunan tidak mengalami perubahan tetapi ditambahkan komitmen penurunan tingkat kemiskinan ekstrem di angka 0-1% sebagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo.
Sri Mulyani mengungkapkan, target Pendapatan Negara dinaikkan Rp21 triliun dari Rp2.781,3 triliun menjadi Rp2.802,3 triliun. Jika dirinci, Penerimaan Perpajakan meningkat Rp2,0 triliun menjadi Rp2.309,9 triliun terutama didorong dengan implementasi coretax system, kegiatan digital forensic, dan menjaga efektivitas implementasi reformasi perpajakan.
Sementara, target PNBP meningkat lebih besar sebanyak Rp19,0 triliun menjadi Rp492,0 triliun dipengaruhi oleh penyesuaian asumsi makro, upaya inovasi layanan, dan perbaikan tata kelola yang akan dilakukan.
“Kita telah membahas dan nanti akan disampaikan juga tambahan untuk belanja sebesar 21 triliun artinya kenaikan ini tidak mengurangi defisit. Defisit tetap dijaga pada 522,8 triliun secara nominal atau secara GDP adalah 2,29. Jadi nominal untuk defisitnya tidak berubah,” jelas Menkeu.
Ia menuturkan, tambahan Belanja Negara antara lain dialokasikan untuk Belanja K/L sebesar Rp3,8 triliun, tambahan subsidi energi Rp3,2 triliun, kompensasi BBM dan Listrik Rp10,1 triliun, dan cadangan pendidikan Rp3,9 triliun. Peningkatan subsidi energi dilakukan terutama karena penyesuaian asumsi harga minyak mentah serta penetapan volume yang diarahkan agar lebih realistis sesuai kebutuhan.
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan pembiayaan non utang dalam bentuk investasi juga mengalami beberapa perubahan. Pertama, investasi kepada BUMN atau PMN dinaikkan Rp12,1 triliun dari Rp18,6 triliun menjadi Rp30,7 triliun. Sementara, cadangan pembiayaan dialihkan menjadi PMN sebesar 12,1 triliun.
“Dengan demikian, komposisinya saja yang berubah dalam pembahasan Panja A. Tidak ada perubahan total yaitu 176,2 namun komposisi berubah dari cadangan pembiayaan dari 25,8 dinaikkan menjadi PMN pada BUMN sebesar 12,1 sehingga total PMN BUMN menjadi 30,7 sedangkan cadangan pembiayaan turun menjadi 13,7.” jelasnya. ***