December 14, 2024

ESKATOLOGI, Dari Perspektif Plato, Marxis dan Yudaisme

0

Oleh: Dr. Wahyu Lay, Dosen Filsafat, Penulis Ahli EmitenUpdate.com,

DALAM bahasa Inggris eschatology. Dari Yunani eschatos (“hal-hal yang terakhir”) dan logos (“pengetahuan”).

Beberapa Pengertian

  1. Eskatologi merupakan doktrin Yunani akhir dan Kristen awal mengenai hal-hal terakhir seperti kematian, kebangkitan kembali, keabadian, akhir zaman, pengadilan, keadaan masa mendatang dan bagi Kristianitas, kedatangan kembali Kristus (parousia). Keyakinan-keyakinan yang bertolak belakang akan kebangkitan kembali dan keabadian terdapat dalam eskatologi Yahudi maupun Kristen.
  2. Ilmu/studi tentang keyakinan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa akhir seperti kematian, pengadilan terakhir, akhir dunia, saat berakhirnya sejarah dan hubungannya dengan manusia terhadap semua peristiwa ini. “Akhir” disini mempunyai dua arti. Pertama, akhir berarti akhir dari kehidupan setiap manusia perorangan. Kedua, akhir berarti akhir dunia, atau lebih sempit lagi, akhir bangsa manusia. Dalam arti pertama yang sifatnya individualistik, eskatologi adalah laporan atau uraian mengenai nasib yang menantikan setiap orang setelah kematian. Dalam arti kedua yang sifatnya kosmik atau sosial, eskatologi adalah deskripsi mengenai tujuan (telos) dimana sejarah akan terpenuhi. Tujuan ini dapat berupa tujuan di dunia ini atau tujuan di dunia lain.
  3. Pembedaan diantara kedua arti ini penting. Karena bisa saja kita mengajukan ajaran eskatologis dalam arti pertama tanpa arti kedua. Plato mempertahankan, jiwa yang kekal akan menghadapi pengadilan setelah kematian dan akan mendapat ganjaran dan hukuman sesuai dengan perbuatan baik dan jahat yang dilakukan selama di dunia ini. Selanjutnya, Plato mengatakan bahwa jiwa diberi kesempatan untuk memilih bentuk keberadaan berikutnya. Namun, Plato tidak percaya akan adanya tujuan sejarah secara keseluruhan. Sebaliknya, seorang Marxis percaya akan tujuan sejarah meskipun dia tidak percaya akan kebangkitan badan.
  4. Diragukan apakah eskatologi dalam arti kedua dapat ditemukan entah dimana, di luar Zoroastrianisme dan Yudaisme – bersama dengan sistem religius dan filosofis yang telah menarik inspirasinya dari kedua pandangan hidup di atas : Mithraisme menarik inspirasinya dari Zoroastrianisme, sedangkan Kristianitas dan Islam, dan pemikiran Barat pada umumnya, dari Yudaisme. Menurut para pemikir Yunani dan India, sejarah bergerak dalam lingkaran-lingkaran. Sebagaimana rangkaian musim terjadi berulangkali di dalam tiap-tiap tahun kabisat, maka demikian pula semua peristiwa terjadi berkali-kali dalam rangkaian “Tahun-Tahun Agung”. Sebaliknya, Zend Avesta Persia dan Alkitab menyatakan bahwa sejarah tidak dapat berulang kembali dan ditakdirkan untuk pemenuhan Ilahi dimana kebaikan akan merajai kejahatan.
  5. Dalam Alkitab, eskatologi dalam arti kedua dominan. Perjanjian lama hanya memuat beberapa acuan kabur pada kehidupan badan setelah kematian. Akan tetapi Perjanjian Lama sering mengacu kepada masa datang bilamana Allah akan memantapkan kedaulatanNya yang abadi atas kebenaran dan perdamaian. Perjanjian Baru menegaskan bahwa tujuan Ilahi telah dicapai oleh Kristus yang di bangkitkan, yang mengalahkan kekuatan jahat. Barangsiapa yang percaya akan Kristus memiliki hidup kekal di sini dan sekarang ini. Walaupun hidup di “zaman ini”, dalam tatanan ruangan waktu ini yang masih tunduk kepada dosa dan kematian, namun mereka memiliki keadaan dari “zaman mendatang”. Yakni kosmos yang seluruhnya tunduk kepada kehendak Allah.
  6. Pandangan sejarah Kristen ini berlawanan dengan tiga pandangan lainnya. Pertama, pandangan sejarah ini berbeda dengan teori Yunani Romawi mengenai siklus-siklus yang selalu datang kembali – teori yang dihukum oleh Origenes dan Agustinus; kedua, dengan dogma humanistik mengenai kemajuan sosial yang tak terelakkan; dan ketiga, dengan Marxisme. Walaupun filsafat sejarah Marxis mengabil bentuknya dari dialektika Hegel, namun isinya seringkali disebut sebagai sekularisasi eskatologi Kristen. Determinisme materialistik disamakan dengan penyelenggaraan pribadi, kaum proletariat dengan “bangsa terpilih”, dan “masyarakat tanpa kelas” dengan kerajaan Allah.
  7. Selama abad-abad permulaan gereja, para teolog mengajarkan bahwa akan ada suatu kebangkitan umum setelah kematian untuk menghadapi pengadilan terakhir pada akhir sejarah, bilamana Kristus akan tampil “dalam kemuliaan”. Sebagai hasil pengadilan ini, juga secara umum diajarkan, sebagian manusia yang diselamatkan akan menuju ke surga, disana mereka memandang kebahagiaan, akan tetapi lainnya, yang terkutuk, akan dihukum dengan siksaan selama-lamanya.
  8. Pada permulaan abad XX dalam dunia teolog terdapat perhatian yang besar mengenai eskatologi. Bagi R. Bultman, pernyataan-pernyataan yang bersifat eskatologis dalam Alkitab, tidak boleh ditafsirkan sebagai pewahyuan mengenai masa depan, tetapi suatu panggilan bagi setiap orang untuk bertobat sekarang ini. Orang mesti memberi keputusan sekarang ini. Ia bertobat atau tidak. Dengan sebuah intreprestasi arah Kristen dari ide yang ditemukan dalam utopia E. Bloch, J. Moltman berpendapat bahwa harapan eskatologis merupakan hal yang hakiki iman Kristen. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *