Desentralisasi Fiskal, Bersiap Wujudkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui RUU HKPD
JAKARTA, Emiten – Pemerintah dan DPR RI telah merampungkan pembahasan Tingkat II (Paripurna) mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD).
“Ini merupakan prestasi besar, ini suatu ikhtiar kita antara DPR dan Pemerintah untuk mengatasi ketimpangan, kesenjanga, tidak boleh ada daerah yang sangat miskin dan tidak boleh ada satu daerah yang sangat maju,” ujar Ketua Panja RUU HKPD, Wakil Ketua Komisi XI dari PKB, Fathan, sebagaimana laman Kemenkeu RI, Selasa (07/12).
Melengkapi UU HPP yang belum lama ini juga telah disahkan dengan ditujukan untuk memperbaiki keuangan negara dari sisi penerimaan, RUU HKPD diarahkan untuk keuangan negara yang lebih baik dari sisi belanja, termasuk di dalamnya belanja transfer ke daerah secara lebih terstruktur, terukur, transparan, akuntabel dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan menjadi bagian dari agenda reformasi di bidang fiskal dan struktural untuk mencapai Indonesia Maju 2045.
Lanjut disampaikan, memperkuat kualitas desentralisasi fiskal ke depan, RUU HKPD disusun berdasarkan berbagai tantangan pelaksanaan desentralisasi fiskal selama ini, seperti belum optimalnya dampak Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam menurunkan ketimpangan penyediaan layanan di daerah; pengelolaan APBD yang belum efisien, efektif, dan produktif, dan local taxing power yang masih perlu ditingkatkan.
Untuk itu, RUU HKPD disusun dengan fokus pada pemutakhiran kebijakan Transfer ke Daerah berbasis kinerja, pengembangan sistem pajak daerah yang efisien, perluasan skema pembiayaan daerah, peningkatan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.
Pengaturan mengenai kebijakan Transfer ke Daerah berbasis kinerja dalam RUU ini di antaranya berupa pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) kepada daerah penghasil dan non-penghasil yang terdampak eksternalitas negatif dan juga daerah pengolah dengan memperhitungkan kinerja daerah.
Selain itu, kebijakan formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) didesain agar tidak one size fits all, dialokasikan berdasarkan unit cost kebutuhan dengan tetap memperhatikan jumlah penduduk, kondisi, karakteristik, dan capaian kinerja daerah.
“DAU juga akan di earmarked, untuk pemberdayaan masyarakat kelurahan. Kalau selama ini dana desa sudah ada, maka yang di kota, kabupaten, yang ke kelurahan juga akan diberikan,” ungkap Menteri Keuangan dalam Konferensi Pers bersama Pimpinan Komisi XI DPR RI selepas penyelenggaran Rapat Paripurna pada hari ini.
Dari sisi perpajakan daerah, RUU HKPD mengatur mengenai penguatan sistem Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) melalui restrukturisasi dan konsolidasi jenis PDRD, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, dan penyederhanaan jenis retribusi daerah.
UU ini juga membuka adanya opsi retribusi tambahan, termasuk retribusi terkait sawit yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, untuk menyesuaikan dengan dinamika di daerah, namun tetap menjaga stabilitas perekonomian. Penguatan PDRD juga dilakukan dalam rangka mendorong kemudahan berusaha dan penciptaan lapangan kerja serta mendorong adanya skema insentif bagi usaha mikro serta ultra mikro.
Dari sisi belanja daerah, RUU HKPD berisi penguatan perencanaan belanja daerah melalui penganggaran belanja daerah, simplifikasi dan sinkronisasi program prioritas daerah dengan prioritas nasional, serta penyusunan belanja daerah yang didasarkan atas standar harga.
Penguatan disiplin belanja daerah dan pengendalian belanja daerah juga dilakukan melalui pembatasan belanja pegawai sebesar maksimal 30% dan belanja infrastruktur minimal 40%.
Dari sisi skema pembiayaan, RUU HKPD mendorong penggunaan creative financing untuk akselerasi pembangunan di daerah.
Adapun creative financing dimaksud tidak sebatas pembiayaan berbentuk utang melainkan bentuk lain yang berbasis sinergi pendanaan dan kerjasama dengan pihak swasta, BUMN, BUMD, ataupun bersama daerah yang lain. RUU ini juga membuka opsi adanya pembentukan dana abadi daerah, khususnya untuk daerah dengan kapasitas fiskal tinggi dan layanan publiknya relatif telah terpenuhi dengan baik untuk mendorong adanya kemanfaatan lintas generasi.
Terakhir, dari sisi sinergi kebijakan fiskal nasional, RUU HKPD mengatur mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, kebijakan penetapan batas kumulatif defisit dan pembiayaan utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi bagan akun standar.
Pelaksanaan sinergi akan didukung oleh sistem informasi yang dapat mengkonsolidasikan informasi keuangan pemerintahan secara nasional sesuai bagan akun standar yang kian terkonsolidasi antara pusat dan daerah. Penguatan sinergi fiskal nasional diperlukan guna menyelaraskan gerak dan langkah dalam mencapai target-target pembangunan nasional berkelanjutan di tengah berbagai tantangan untuk kemakmuran rakyat. ***