Ada 50.769 Piutang Negara Masuk PUPN: Ini PR Kami

0

JAKARTA, Emiten– Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN) mencatat jumlah piutang negara/daerah hingga 11 November 2021 yang diurus PUPN sebanyak 50.769 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dengan jumlah nilai outstanding sebesar Rp76,89 triliun.

Situs Kementerian Keuangan RI menyebutkan, BKPN dimaksud merupakan berkas piutang negara macet yang diserahkan kepengurusannya oleh Kementerian/Lembaga (K/L).

“Ini merupakan PR kami (PUPN), untuk bisa menyelesaikan berkas-berkas ini dan semoga ini bisa kita laksanakan dan semoga ada pemasukan kepada negara guna dapat membiayai daripada kebutuhan-kebutuhan yang ada di negara,” kata Kasubdit Piutang Negara II Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Sumarsono dalam Media Briefing DJKN, Jumat, (12/11).

Target PUPN pada akhir 2021 adalah menurunkan outstanding piutang sebesar Rp2,261 triliun dan BKPN turun sebanyak 19.760 berkas. Per 11 November 2021, penurunan outstanding telah terselesaikan Rp2,23 triliun dan 18.332 BKPN telah rampung.

“Kalau untuk outsandingnya kita sudah ada di angka 100 (persen) dan untuk penyelesain BKPNnya kita masih dibawah 100 (persen),” ungkapnya.

Dalam mengurus piutang negara, banyak tantangan yang harus dilalui PUPN. Salah satunya adalah alamat debitur yang tidak valid. Untuk itu, Sumarsono mengatakan bahwa PUPN melakukan tracing dengan bekerja sama dengan pihak lain.

“Kita juga akan melakukan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga yang terkait. Misal, seperti alamat tidak diketahui maka kita bekerja sama dengan Dukcapil, kita bisa tracing melalui KTPnya. Nanti setelah dapat NIKnya, maka kita akan telusuri dan kita bisa mendapatkan alamatnya,” Jelas Sumarsono.

Sumarno pun menjelaskan bahwa Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN) merupakan panitia yang bersifat interdepartemental. Keanggotannya berasal dari Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, PUPN bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

“Jadi yang kemarin melakukan kegiatan PUPN itu, dapat kami garis bawahi bahwa itu bukan hanya dari Kementerian Keuangan, tetapi PUPN bersifat interdepartemental,” jelas Sumarsono.

Sebagai informasi, pengurusan piutang negara dapat diserahkan kepada PUPN dengan syarat (1) kualitas piutang telah macet, (2) sudah dilakukan penagihan secara optimal oleh K/L namun tetap tidak berhasil secara tertulis dan/atau upaya optimalisasi (restrukturisasi, kerjasama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke Pengadilan, penghentian layanan kepada debitur, hibah ke pemerintah daerah, Penyertaan Modal Negara, penjualan hak tagih, debt to asset swap) (3) Adanya dan besarnya piutang negara telah pasti menurut hukum, (4) dilengkapi dokumen sumber dan dokumen pendukung terjadinya piutang negara, dan (5) dilengkapi resume piutang negara berupa diantaranya identitas K/L, debitur, jumlah rincian utang, alasan macet, dan upaya penagihan yang telah dilakukan.

Dalam proses pengurusan piutang negara, PUPN berwenang salah satunya melaksanakan penyitaan aset debitur yang tidak mampu dan/atau tidak beritikad melunasi kewajibannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Jo Peraturan Menteri Keuangan nomor 102 tahun 2017 (PMK 102/2017), dalam melaksanakan tugasnya, PUPN berwenang diantaranya membuat pernyataan bersama, menerbitkan surat paksa, melaksanakan penyitaan, menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan melalui lelang, dan menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan.
 
Adapun aset yang disita oleh PUPN dari debitur selanjutnya akan digunakan untuk mengembalikan hak negara atas piutang yang telah dikeluarkan. Upaya pengembalian hak negara dimaksud diantaranya dengan menjual aset tersebut baik melalui lelang maupun tanpa melalui lelang. Selain itu, debitur dapat pula melakukan penebusan atas aset dimaksud kepada PUPN. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *