November 27, 2025

Pdt. Nancy : GPIB Punya Sumber Daya Insani yang Hebat, Harus Diberdayakan  

0
Screenshot (1388)

KMJ GPIB Maranatha Denpasar, Dr. Nanncy Rehatta,. M.Th.

”Jika memang Tuhan berkenan, saya terpilih sebagai Ketua 3 MS, saya akan bekerja keras berupaya optimal untuk membangun sumber daya insani GPIB.

MELAYANI jemaat besar dapat dipastikan punya banyak tantangan. Mencari tahu tantangan-tantangan yang ada di jemaat besar Redaktur Majalah Arcus, Arcus GPIB.com, Frans S. Pong untuk EmitenUpdate.com menemui Pendeta  Nancy Nisahpih Rehatta, di GPIB Maranatha Denpasar Bali. Pendeta Nancy adalah KMJ disini dan sudah hampir 2 tahun melayani.

Dikatakan, ada 3 jemaat GPIB yang jumlah KK nya lebih dari 1.300 KK, yaitu GPIB Zebaoth Bogor, GPIB Immanuel Depok dan GPIB Maranatha Denpasar. Cukup banyak tantangan menjadi KMJ di jemaat dengan jumlah KK yang sangat besar.

Menjawab pertanyaan tantangan yang ada selama melayani di Maranatha Denpasar, Pendeta Nancy  mengatakan, selain membutuhkan koordinasi yang efektif, kerjasama yang baik, juga menuntut pendeta untuk bekerja tanpa mengenal waktu. Menyatukan pandangan pada banyak kepala yang berbeda, memang membutuhkan kesabaran dan kehati-hatian, namun juga perlu ketegasan.

Kehidupan masyarakat di Bali ini selain kental dengan ritual-ritual masyarakat Hindu Bali, namun dilain sisi banyak warga asing yang masuk dengan kehidupan bebas mereka. Dua hal ini juga dipadu dengan kemajuan teknologi yang luar biasa yang merubah perilaku bahkan kebiasaan hidup orang. Hal tersebut memiliki pengaruh pada kehidupan berjemaat.

Latar belakang keilmuan yang kuat, Pdt Nancy mampu menghadapi tantangan kompleks itu. Sebagaimana diketahui Pendeta Nancy memrupakan lulusan S1 dan S2 di Jurusan Teologi UKDW Yogyakarta dan meneruskan studi S3 doktoralnya di Antropologi di Universitas Indonesia.

Dengan kuatnya kompetensi Antropologi Budaya pada dirinya, maka untuk urusan perubahan gaya hidup, perubahan budaya manusia, perubahan perilaku manusia karena adat, karena budaya asing dan karena perubahan teknologi, beliau cukup mumpuni.

Saat Arcus GPIB memasuki Gedung gereja GPIB Maranatha Denpasar, terlihat kegiatan konstruksi pembangunan sedang dilakukan. Ternyata GPIB Maranatha sedang melakukan renovasi di lantai 2, untuk menambah kapasitas tampung jemaat dalam mengikuti ibadah.

Menurut Pendeta Nancy, renovasi ini akan dapat menambah daya tampung sebanyak 250 tempat duduk tambahan, sehingga total didalam gereja diharapkan bisa menampung kurang lebih 1.000 jemaat.

“Kami tanyakan kepada Pdt Nancy, ini ekonomi nasional sedang tidak baik-baik saja, bahkan presiden memerintahkan efisiensi disana-sini, banyak gereja berupaya untuk survive, namun GPIB Maranatha Denpasar justru melakukan pembangunan dengan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi keuangan jemaat Maranatha Denpasar saat ini relatif baik, sehingga Maranatha Denpasar berani memustuskan untuk melakukan renovasi.

“Kami juga baru saja membeli beberapa sepeda motor baru untuk beberapa pendeta jemaat dan tambahan satu mobil baru lagi untuk keperluan pelayanan. Tahun lalu kami juga keluar biaya cukup besar untuk merenovasi gorong-gorong disamping gereja,” tuturnya.

Puji Tuhan, kata Pendeta Nancy, selama ini, antusiasme kehadiran jemaat pada ibadah sangat tinggi. Walaupun menurutnya, kondisi level ekonomi warga jemaat Maranatha Denpasar bukan termasuk level ekonomi yang tinggi. Bahkan dikatakannya sebagai besar jemaat berada pada level ekonomi menengah kebawah. Karena antusiasme yang tinggi, maka dana gerejapun tidak kekurangan.

Diceritakannya, mengenai antusiasme warga jemaat ini, bahkan pada momen-momen tertentu, jemaat yang hadir sangat membludak, bahkan untuk semua jam ibadah. Pada saat perayaan Paskah, dilakukan di lapangan sepakbola yang dipinjam dari fasilitas TNI, jumlah jemaat yang hadir lebih dari 3,000 jemaat.

Di gereja sendiri, beberapa kali terjadi, pada ibadah-ibadah tertentu, warga jemaat sampai berdiri dipinggir-pinggir jalan, karena sampai halaman gereja benar-benar penuh. Kapasitas gereja sendiri saat ini didalam gedung gereja dapat menampung sekitar 750 an jemaat.

”Pada saat perjamuan kudus, jumlah jemaat yang hadir bisa lebih dari 1.000 jemaat per sekali ibadah, taruh kursi di halaman gereja. Kadang, pada momen-momen tertentu, kami harus minta izin pada pemerintah setempat untuk menutup separuh jalan depan gereja, untuk kami dirikan tenda.”

Kehadiran jemaat yang banyak ini, tentunya berdampak pada meningkatnya kondisi keuangan gereja. Diakuinya bahwa sebenarnya memang kesadaran memberi warga Maranatha Denpasar belum terlalu baik.

Pemberian mereka pada gereja jika dihitung per kepala, sangatlah tidak besar. Namun, dana gereja jadi cukup, karena tingkat kehadiran warga pada ibadah yang sangat tinggi, jumlah kolekte jadi cukup banyak.

Ditambahkannya, bahwa untuk kebutuhan pembangunan, gereja membuat buku Janji Iman yang wajib diisi oleh presbiter dan warga jemaat yang berkerinduan untuk memberi secara bulanan. Selain itu, gereja juga mencari sponsor yang rela mau menyumbangkan dana maupun material bangunan kepada gereja. Puji Tuhan, sampai saat ini pekerjaan renovasi ini dan juga kecukupan dananya berjalan dengan baik.

Pdt Nancy memiliki pengalaman yang sama pada saat beliau ditugaskan menjadi KMJ di jemaat Efatha, Batujajar, Bandung Barat. Pembangunan gedung gereja yang mangkrak selama lima tahun, bisa dibangun kembali menjadi gedung gereja yang cukup megah dalam waktu kurang dari satu tahun, sejak beliau ditugaskan menjadi KMJ disana.

Salah satu yang menarik dari ceritanya adalah mengajak warga jemaat untuk memiliki komitmen, termasuk melakukan doa subuh setiap pagi di gereja. Dengan gedung gereja yang baru di Bandung Barat ini, Pendeta Nancy lebih mudah mengajak banyak warga jemaat untuk berperan serta dalam memajukan pelayanan gereja.

Menjawab petanyaan rencana GPIB Maranatha Denpasar untuk melembagakan jemaat baru, Bajem Tabanan, pelembagaan bakal jemaat Tabanan masih dalam proses.

Pendeta Nancy sendiri memiliki pengalaman dalam membangun jemaat baru, meningkatkan pospel (pos pelayanan) menjadi Bajem (bakal jemaat) dan kemudian dari bajem menjadi jemaat mandiri, yaitu di Jemaat GPIB Jurang Mangu, di Tangerang Selatan, Banten.

Kisahnya, bahwa tidak mudah saat itu, untuk mendirikan gereja baru di wilayah itu, yang memang cukup terkenal dengan fanatisme kental dari agama tertentu. Namun, dengan kerja keras, dukungan dari team kerja yang kuat, dengan koordinasi yang baik, pendekatan-pendekatan yang baik kepada berbagai pihak.

Puji Tuhan, GPIB Jurang Mangu bisa dijemaatkan, dan bahkan bisa memiliki IMB pendirian gedung gereja. Mendapatkan IMB gereja ini merupakan sesuatu yang cukup langka di area ini. GPIB Jurang Mangu yang dilembagakan dua minggu sebelum merebaknya wabah covid, juga pada saat itu menghadapi tantangan yang luar biasa.

”Sebagai jemaat baru, yang baru mau mulai merangkak, kemudian langsung dihadapkan pada wabah covid yang menghentikan semua kegiatan pelayanan, terasa sangat berat. Dengan tertatih-tatih, Puji Tuhan, GPIB Jurang Mangu termasuk gereja yang bisa survive bahkan bertumbuh dengan cukup pesat di era covid.”

GPIB Jurang Mangu berhasil membangun gedung gereja, kemudian bisa mengumpukan dana Rp 2,5 Milyar untuk membeli lahan parkir. Ujarnya, bahwa lahan parkir memang harus diadakan, karena ini bagian dari syarat masyarakat serta pemerintah setempat untuk gereja bisa berdiri. Masyarakat tidak ingin terganggu oleh mobil dan motor yang parkir didepan gereja.

PSR Makassar

Sebagaimana diketahui nama Pendeta Nancy ramai disebut-sebut menjelang PSR Makassar Oktober 2025 adalah sosok calon kuat untuk posisi Ketua 3 dan Ketua Umum Mejelis Sinode periode 2025 – 2030. Itu karena ia memang punya kapasitas untuk diberi tanggungjawab untuk posisi tersebut.

Namun, kata Pendeta Nancy,  kapabilitas yang dimiliki saat ini dan pengalaman panjangnya adalah lebih pada aspek bagaimana membangun manusia. Itu sebabnya ia lebih tertarik untuk mengisi jabatan sebagai Ketua 3 Majelis Sinode.

Ketika ditanya, persiapannya untuk mencalonkan diri sebagai Ketua 3 MS, diakuinya ia tidak melakukan persiapan apa-apa. Tidak ada promosi, tidak ada pendekatan sana-sini, apalagi kampanye. Ia tidak melakukan apapun untuk persiapan pencalonannya. Ia menyerahkan semua pada kehendak Tuhan. ”Ya, jalan saja,” katanya.

”Saat ini saya fokus bekerja pada pelayanan di jemaat GPIB Maranatha Denpasar dan juga peran saya sebagai Ketua 3 Mupel Bali NTB. Itu saja. Jadi saya tidak kesana kemari, juga tidak telpon sana telpon sini. Ya, saat ini saya bekerja biasa saja saat ini di jemaat yang saya layani.”

”Jika memang Tuhan berkenan, saya terpilih sebagai Ketua 3 MS, saya akan bekerja keras berupaya optimal untuk membangun sumber daya insani GPIB. Namun jika tidak terpilih, artinya Tuhan ingin untuk menangani tugas tanggungjawab yang lain, apakah sebagai KMJ atau sebagai PJ atau ada penugasan lainnya. Jadi, ya jalan saja.”

Mengorek lebih dalam lagi, Arcus GPIB mencoba menanyakan soal sumber daya insani GPIB. Menurutnya, GPIB ini adalah termasuk salah satu gereja besar yang memiliki potensi besar untuk bisa melayani pekerjaan Tuhan dengan lebih baik lagi.

”Puji Tuhan, sampai saat ini GPIB diizinkan Tuhan untuk melayani ratusan ribu jemaatnya dengan baik. Sebenarnya GPIB memiliki potensi yang besar untuk dapat mendorong gereja ini untuk lebih bertumbuh dengan jauh lebih baik lagi kedepan.”

Salah satu pekerjaan rumah yang harus dilakukan adalah pemberdayaan manusia di GPIB. GPIB memiliki kompetensi sumber daya insani yang cukup banyak dan cukup baik. Ini yang harus dimanfaatkan dengan optimal demi untuk meningkatkan kinerja pelayanan gereja.

Diungkapkannya sebuah quote dari Nelson Mandela, begini: negara bisa maju bukan dari banyaknya sumber daya alam yang dimiliki, tapi dari seberapa baik kompetensi dan karakter dari manusia-manusia yang ada didalamnya. Begitu juga dengan GPIB.

Pandangan Pendeta Nancy, selama ini upaya GPIB, dalam hal ini, PPSDI untuk melakukan pembinaan-pembinaan sudah cukup baik. Bahkan banyak sekali peningkatan-peningkatan yang dilakukan disana sini.

”Saya sendiri juga sangat banyak banyak terlibat membantu PPSDI majelis sinode, untuk melakukan berbagai pembinaan, imbuhnya. Materi-materi bina kita bisa lihat, bahwa terus ditingkatkan kualitasnya. Begitu juga upaya meningkatkan kompetensi para pembinanya.”

Juga metoda-metoda dalam melakukan pembinaan, saat ini lebih kreatif dan inovatif, katanya. Banyak sekali peningkatan yang sudah dilakukan PPSDI majelis sinode selama ini, ujarnya. Jika Tuhan berkenan, saya menjadi Ketua 3 Majelis Sinode, maka hal yang sudah baik ini akan saya pertahankan.

Namun memang tidak ada yang sempurna. Beberapa aspek yang masih belum baik, akan saya dorong untuk diperbaiki, dan beberapa hal yang masih bisa ditingkatkan, harus dilakukan peningkatan.

Namun diingatkannya, bahwa yang dibina selama ini mayoritas adalah pendeta, majelis, pengurus komisi dan pegurus pelkat. Padahal tujuan pelayanan gereja yang utama adalah justru warga jemaatnya.

”Gereja harus terus mendorong peningkatan hidup rohani warga jemaat untuk menjadi lebih baik dan terus memperbaiki iman dari warga jemaat. Itu tujuan utama pelayanan gereja. Ini yang harus lebih kita perhatikan kedepan.”

”Kita harus memastikan, bahwa pembinaan-pembinaan yang dilakukan, harus dipastikan bahwa itu diteruskan dan bermuara pada tujuan final pelayanan yaitu bertumbuhnya iman warga jemaat serta lebih baiknya dan lebih benarnya kehidupan warga jemaat. Ini yang belum banyak tersentuh,”

”Kedepannya kita harus lebih memastikan lagi bahwa pembinaan-pembinaan yang dilakukan benar-benar berbuah pada peningkatan iman warga jemaat. Jangan sampai pembinaan-pembinaan yang sudah dilakukan dengan sangat baik, namun hanya berhenti pada pendeta, majelis, pengurus komisi dan pengurus pelkat saja. Harus ada metoda yang efektif, untuk mengatur bagaimana para pengurus gereja ini, dengan bekal materi bina yang mereka dapatkan, bisa mereka manfaatkan untuk lebih masuk ke jemaat guna mendorong peningkatan hidup keimanan warga jemaat.”

Ide dari Pendeta Nancy, yang pertama, adalah dengan lebih memberdayakan majelis jemaat di setiap gereja GPIB. Ia tertarik untuk lebih memberdayakan peran penatua dan diaken dalam tugas mereka dalam pola 2:10 atau 2:15, dimana satu penatua dan satu diaken bertanggungjawab untuk pertumbuhan rohani dari 10 atau 15 keluarga dibawah pengawasannya.

Pengalamannya mengatakan bahwa selama ini peran 2:10 atau 2:15 dari majelis ini banyak yang tidak berjalan. Bahkan ada majelis yang tidak tahu dan tidak kenal dengan 10 – 15 keluarga yang menjadi tanggungjawabnya. Jika terpilih sebagai Ketua 3, maka  majelis-majelis ini kedepannya akan diberikan lagi pembinaan khusus yang diberi topik : Pemberdayaan Majelis Jemaat.

Jadi, setelah majelis-majelis ini mendapatkan berbagai pembinaan, maka tugasnya adalah masuk lebih dalam ke warga jemaat, untuk memotivasi, mendorong dan memfasilitasi warga jemaat 2:10 atau 2:15 yang dibawah tanggungjawabnya, agar warga jemaat bisa hidup lebih baik, lebih benar, lebih meningkatkan hidup beriman mereka. Sebab, ujar Pendeta Nancy bahwa yang tahu masalah-masalah warga jemaat adalah majelis yang tinggal didekat mereka.

Lebih Diberdayakan

Kalau memang memungkinkan, ujar Pendeta Nancy, nantinya setiap majelis jemaat akan diberikan Log Book (Buku Catatan Harian), dimana mereka harus mengisi penjelasan keterangan tentang apa saja yang sudah dilakukannya kepada 10 atau 15 keluarga dibawah tanggungjawabnya, hari demi hari dan minggu demi minggu.

Itu harus terus dikontrol dan dimonitor. Majelis-majelis ini juga harus didorong dan dimotivasi untuk mau lebih memperhatikan pertumbuhan iman dari 10 – 15 keluarga yang menjadi tanggungjawabnya. Jika ini dilakukan, maka diharapkan pertumbuhan iman jemaat akan bisa didorong jauh lebih baik lagi. Ini yang sebenarnya disebut sebagai gereja yang bertumbuh. Demikian juga dengan pelkat-pelkat. Pengurus-pengurus pelkat harus lebih diberdayakan lagi.

”Kedepannya, jika Tuhan berkenan, saya menjadi Ketua 3 Majelis Sinode, maka akan ada materi bina baru yang diberi judul : Pemberdayaan peran pelkat untuk warga jemaat. Pengurus pelkat untuk setiap kategori usia harus memiliki data yang lengkap dan akurat tentang anggota-anggotanya di warga jemaat. Database jemaat harus baik, lengkap dan akurat.”

Pengurus pelkat harus melakukan pendekatan-pendekatan untuk mengajak warga jemaat, sesuai usianya untuk mau lebih terlibat dalam pelayanan, untuk mau hadir dalam ibadah-ibadah pelkat, untuk mau hadir dalam acara-acara yang dilakukan gereja. Ada beberapa metoda yang baik dari gereja-gereja sahabat yang bisa kita tiru. Mereka membuat group-group pertemanan rohani untuk rekan-rekan gereja seusia. Satu group terdiri dari 6 s/d 10 orang.

Setiap group memilih ketua mereka masing-masing. Nah, semua ketua group ini yang juga harus dilatih khusus, karena mereka akan bertindak seperti mentor yang mendorong, mengingatkan dan memotivasi rekan-rekan yang ada di groupnya.

Berjalannya group-group ini juga harus terus dikontrol dan dimonitor oleh Ketua Pelkat dan juga pengurus pelkat yang ditunjuk. Lalu ketua-ketua pelkat juga dimonitor oleh Ketua 3 setiap jemaat.

Menurut Pendeta Nancy, cara ini cukup taktis buat gereja untuk lebih bisa masuk ke kehidupan warga jemaat, untuk memotivasinya guna terus menumbuhkan imannya. Sehingga pembinaan-pembinaan yang diberikan, benar-benar berbuah pada peningkatan iman jemaat.

Kelompok-kelompok rohani pada usia yang sama ini bisa membentuk group whatsapp sendiri, dimana mereka bisa berdiskusi, saling memberi masukan dan saling memotivasi satu dengan yang lain. Masalah-masalah yang kerap terjadi bisa dianalisa, kemudian di evaluasi dan lalu dijadikan program kerja guna mengatasinya.

Jadi, katanya, pemberdayaan majelis dan pengurus pelkat sangat perlu dilakukan kalau gereja mau menumbuhkan iman dan hidup rohani jemaatnya.

Ia juga menyoroti gereja yang belum terlalu peduli untuk memberdayakan warga jemaatnya yang potensial. GPIB ini punya banyak warga jemaat yang potensial, yang selama ini tidak teridentifikasi, bahkan tidak didekati untuk mengajaknya membantu pelayanan gereja, misalnya, ada banyak penyanyi-penyanyi terkenal, ada ahli-ahli IT, ada ahli hukum, ada psikolog-psikolog, ada ahli-ahli manajemen dll yang sebetulnya bisa dirangkul, diajak dan difasilitasi untuk membantu pelayanan gereja.

Dalam hal ini, lagi-lagi kelengkapan dan keakuratan database gereja sangat dibutuhkan. Pendeta Nancy berpendapat bahwa jika warga jemaat potensial ini berkenan mau memberikan kontribusi mereka untuk gereja, maka harus dibuat pembinaan khusus buat mereka agar lebih mengenal GPIB dengan semua visi, misi dan strategi pelayanannya, termasuk permasalahan-permasalahannya yang ada di GPIB.

Hal itu akan membantu mereka untuk berpikir, akan masuk membantu pelayanan gereja pada aspek apa dan pada bidang yang mana. Gereja kemudian harus memfasilitasi agar bantuan dan dukungan mereka pada gereja bisa optimal.

Dikatakan, PPSDI tidak bisa berdiri sendiri. Untuk melaksanakan ide-idenya, PPSDI perlu kerjasama yang erat dengan bidang-bidang lain, terutama Bidang Teologi dan Inforkom.

Kepada pendeta-pendeta muda, di akhir wawancara, Pendeta Nancy mengatakan, tantangan kedepan tidak mudah. Pendeta-pendeta milenial perlu memperkuat diri menghadapi apapun tantangan didepan.

Ada penelitian yang mengatakan bahwa generasi milenial saat ini cukup mudah menyerah. Ini jangan sampai terjadi pada pendeta-pendeta muda GPIB.

Pendeta-pendeta muda GPIB harus memiliki karakter yang kuat dan daya juang yang kuat. Jangan lupa juga untuk terus belajar, terus meningkatkan kapasitas diri.

Salah satu kunci utama adalah mau bekerja dengan serius, bekerja dengan tulus dan mau benar-benar melayani jemaat Tuhan dengan sebaik-baiknya, dengan optimal dan dengan mengeluarkan segala kemampuan yang ada. Keseriusan dan ketulusan bekerja adalah kunci untuk menghadapi berbagai tantangan didepan. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *