Kampanye Galak Eliminasi TBC
JAKARTA, Update – Ada banyak hari internasional untuk memperingati aneka jenis penyakit. 1 Desember Hari AIDS Sedunia paling populer sejauh ini. Ada Hari Diabetes Sedunia dan lain-lain. Tapi tak banyak yang tahu bahwa TBC diperingati setiap tahun pada 24 Maret. Padahal TBC adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan nasional yang amat serius. Sayangnya menjadi epidemi bisu, termasuk di Indonesia. Padahal TBC adalah pembunuh ke empat setelah penyakit jantung koroner atau Kardiovaskuler, Stroke dan Kanker.
Melihat 24 Maret diperingati sebagai Hari TBC Sedunia (HTBS), sejumlah media ramai memunculkan berita soal TBC dan mendukung kampanye eliminasinya untuk menyelamatkan jiwa. Media cetak, elektronik , radio dan televisi menurunkan sejumlah laporannya.
24 Maret sebagai Hari TBC Sedunia dimulai ketika Robert Koch, ilmuwan biologi asal Jerman menemukan penyebab penyakit Tuberculosis (TBC) atau yang juga dikenal dengan TB. Ia bekerja keras menemukan penyebab TB karena banyak korban jiwa yag jatuh kala itu di Eropa. Koch meyakini bahwa penyakit itu disebabkan oleh bakteri dan menular. Sehingga ia mengujinya.
Hasil penelitian itu, menyebabkan Koch diganjar Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran di tahun 1905. Setahun berikutnya, ia memenangkan medali bintang jasa Orde Prusia Pour le Merite untuk hal yang sama. Penemuan tersebut membuka jalan bagi tenaga medis untuk mendiagnosis dan menyembuhkan penyakit TBC. Untuk menghormatinya, maka setiap tanggal 24 Maret ditetapkan sebagai Hari Tuberkulosis Dunia.
Peran Media
Sosialisasi tentang bahaya TBC di Indonesia tak payah kuat penyebarannya. Pemberitaaan dalam bentuk artikel baik lewat media cetak, online, televisi dan radio dilakukan. Meski demikian informasi yang muncul tak banyak. Dalam riset kecil saat menurunkan tulisan ini saja, pencarian lewat google di tahun 2020, media yang memberitakan tentang TBC tak banyak. Dengan kata kunci “pemberitaan TBC di media tahun 2020”, baru keluar di halaman ke 5 : dengan judul : Tahun 2019, 25.828 Penderita TBC di Makasar (www.bonepos.com › 2020/01/29 › tahun-2019/25/828-penderita-tbc)
Lalu, pencarian berita populer sepanjang tahun 2020 yang diturunkan Kompas.com dengan judul: Ini 10 Media Online, Cetak dan Akun Medsos Teraktif Beritakan Covid-19 Sepanjang 2020 (https://regional.kompas.com/read/2020/12/29/07055951/ini-10-media-online-cetak-dan-akun-medsos-teraktif-beritakan-covid-19?page=3) tak satu pun dari 10 berita yang masuk itu soal TBC. Pembanding lainnya adalah DW. Situs ini sama juga membuat berita-berita populer sepanjang 2020 dengan judul:Kumpulan Berita Terpopuler Sepanjang Tahun 2020 (https://www.dw.com/id/kumpulan-berita-terpopuler-sepanjang-tahun-2020/g-55987644) di dalamnya tak ada tentang TBC.
Dalam diskusi soal TB yang diselenggarakan Yayasan Pesona Jakarta (YPJ) bersama media pada Kamis – Sabtu (17-19 Maret 2022) di Jakarta, muncul berbagai pendapat dari peserta yang ikut. “Berita TBC dianggap tidak seksi oleh redaksi dan biasanya kalah dengan isu lain, seperti Covid atau politik,” kata salah seorang peserta. Sementara pendapat lainya menyebut, kadang kebijakan redaksi tak memihak soal TBC. “Jika ada peristiwa besar, misal karena meninggal atau kejadian yang bombastis, baru media ramai-ramai memberitakan,” cetus salah satu peserta diskusi lainnya.
Diskusi soal bagaimana peran media memberitakan TBC memang seru. Para peserta yang adalah awak media dengan posisi beragam, seperti reporter, editor hingga redaktur mengakui keterbatasan pemberitaan TBC di medianya masing-masing. Meski demikian, media dituntut kreatif untuk membuat laporan-laporan yang disajikan secara menarik. “Dari segi humanis biasanya paling disorot oleh media tak hanya sekadar angka-angka penderita,” kata Irwan Julianto, yang pernah jadi wartawan Kesehatan Harian Kompas yang menjadi salah satu narasumber dalam diskusi 3 hari itu.
Lebih dalam, Irwan menjelaskan bahwa media banyak memberitakan berbagai hal dan sisi soal TBC. “Seperti halnya HIV/AIDS dan beberapa penyakit lain yang merupakan Epidemi Bisu dan masalah kesehatan masyarakat, maka melaporkan Tuberkulosis juga perlu MEMBERI WAJAH MANUSIA pada
mereka yang terjangkit,” katanya. Irwan juga memaparkan berbagai contoh buku dan tulisan yang ia pernah geluti selama menjadi wartawan bidang kesehatan.
Soal pemberitaan media yang sedikit tentang TBC, Irwan tak menampik kondisi itu. Namun demikian media harus menampilkan empati. “Mirip dengan Jurnalisme Damai, berempati pada pengidap atau orang dengan penyakit apapun, terutama yang menimbulkan stigma. Lalu menghindarkan penggunaan istilah “korban”, seperti Korban HIV/AIDS, tapi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan hendaknya media tidak mengejar sensasi atau Scoop.”
Irwan juga mendorong media agar terus menjadi sarana promosi kesehatan yang efektif dan harus punya komitmen pada perubahan sosial. “Media massa memang punya banyak kendala untuk memberdayakan kesehatan masyarakat, namun ia kelewat berharga jika cuma dijadikan mesin informasi dan hiburan belaka. Terbukti media massa amat berperan dalam kegiatan KB, AIDS, anti-rokok, penurunan angka kematian ibu/anak, hingga Tuberkulosis,”tandasnya.
Kampanye Galak
Kantor berita Radio (KBR) menurunkan sebuah talkshow bertajuk: Perkuat Dukungan untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Jiwa. Talkshow yang dibuat utk memperingati HTBS dimulai pada pukul 09.00 – 10.00 WIB yang disiarkan juga ewat kanal youtube. Hingga 6 jam acara itu disiarkan sudah 73 penonton yang menyaksikan. Ini langkah yang baik. Menggunakan sebanyak-banyaknya media dalam memberitakan TBC pada masyarakat akan semakin banyak informasi yang dihadirkan bagi masyarakat sehingga perubahan baik muncul.
“Berempatilah pada pasien TBC, terutama yang RO. Dengan dukungan kita semua dan komitmen politik Negara terutama Pemerintah dari pusat hingga desa/kecamatan, maka TBC bisa kita berantas. Paling tidak dikurangi secara bermakna. Vaksinasi Covid-19 Indonesia menduduki peringkat 4 dunia. Harusnya untuk TBC juga bisa. Saat ini justru kita masih masuk peringkat ke 3 di dunia. Jadi media harus lebih galak untuk hal ini,” ujar Irwan memberi semangat untuk media peliput soal TBC.
Penulis : Artha Senna