Serap Banyak Investasi dan Pekerja, Pemerintah Akselerasi KEK
JAKARTA, Emiten – Pemerintah terus mengakselerasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mencapai persebaran industri serta pertumbuhan ekonomi. Saat ini, di Indonesia terdapat 19 KEK, yang terdiri dari 11 KEK industri dan delapan KEK pariwisata. Dari 11 KEK industri tersebut, sebanyak delapan KEK industri yang telah beroperasi.
“Kedelapan KEK industri itu adalah KEK Arun Lhokseumawe, KEK Sei Mangkei, KEK Galang Batang, KEK Kendal, KEK MBTK (Maloy Batuta Trans Kalimantan), KEK Palu, KEK Bitung, dan KEK Sorong,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Eko S.A. Cahyanto di Jakarta, sebagaimana laman Kemenperin RI, Senin (06/12).
Sedangkan, tiga KEK lainnya masih dalam tahap pembangunan, yaitu KEK Batam Aero Technic (BAT), KEK Tanjung Api-api, dan KEK Gresik. “Kinerja ekspor produk yang berasal dari KEK terus berjalan dan terus meningkat. Hal ini menandakan bahwa kebijakan pemerintah masih on the right track,” ungkap Eko.
Lanjut disebutkan, pada tahun lalu, nilai ekspor dari KEK Sei Mangkei mencapai Rp5,18 triliun. Angka ini terus bertambah seiring dengan berlanjutnya produksi oleokimia dari kawasan tersebut. Sedangkan KEK Palu mencatat pendapatan ekspor sebesar Rp79,9 miliar.
Selain itu, KEK juga membantu penciptaan lapangan kerja hingga mewujudkan pemerataan ekonomi secara regional. “KEK Kendal misalnya, menyerap tenaga kerja terbanyak hingga mencapai 8.690 orang, diikuti KEK Galang Batang dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.531 orang. Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja yang telah terserap dengan hadirnya KEK-KEK telah mencapai lebih dari 27.000 orang,” sebut Eko.
Lebih lanjut, dari 19 KEK yang telah ditetapkan oleh pemerintah, terdapat total komitmen investasi sebesar Rp92,9 triliun dan yang telah terealisasi mencapai Rp54,6 triliun. “Investasi terbesar diterima KEK Galang Batang dengan jumlah Rp12,8 triliun, disusul kemudian oleh KEK Sei Mangkei sebesar Rp5,2 triliun, dan KEK Kendal sebesar Rp2 triliun,” imbuhnya.
Nilai komitmen tersebut semakin bertambah dengan hadirnya investasi PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Industri JIIPE Gresik yang telah melaksanakan ground breaking pada 11 Oktober 2021 lalu. Dengan nilai investasi pembangunan smelter mencapai Rp42 triliun, PTFI melakukan pembangunan fasilitas pemurnian tembaga baru dengan desain kapasitas single line terbesar di dunia yang nantinya mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahunnya dan akan menyerap sebanyak 40 ribu tenaga kerja.
“Namun demikian, smelter tersebut memerlukan pasokan gas yang stabil dan harga yang kompetitif yang telah disediakan oleh JIIPE sebagai pengelola kawasan industri,” ujar Dirjen KPAII. Bahkan, produk samping berupa asam sulfat, terak tembaga, dan gypsum, akan dipakai ulang sebagai bahan baku atau bahan penolong bagi industri pupuk di kawasan industri JIIPE Gresik tersebut.
“Artinya, seluruh alur rantai produksi akan tercipta di dalam kawasan industri JIIPE dan bermanfaat luas bagi perekonomian Gresik dan Jawa Timur hingga nasional,” tandasnya.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mencari terobosan dan solusi terhadap tantangan yang dihadapi oleh dunia industri seperti pasokanbahan baku dan bahan penolong, infrastruktur, utilitas, ketersediaan tenaga ahli, tekanan produk impor, limbah B3, kebutuhan sektor industri kecil dan menengah (IKM), logistik sektor industri, serta penguatan basis data sektor industri.
“Upaya-upaya terobosan itu dilakukan oleh Kemenperin bersama kementerian dan lembaga terkait, diantaranya penetapan harga gas bumi sebesar 6 USD untuk tujuh sektor industri, penyediaan SDM industri yang kompeten melalui program vokasi 3in1 yangdidukung kurikulum berbasis industri serta fasilitas Super Tax Deduction,” papar Eko.
Berikutnya, membangun platform digital untuk pelaku IKM, kebijakan substitusi impor 35 persen pada tahun 2022; pengelolaan limbah B3 menjadi non-B3 dan kemudahan perizinan lingkungan hidup, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib, peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), penguatan basis data industri melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), serta menciptakan sistem konektivitas melalui platform National Logistic Ecosystem (NLE).
“Kami mengajak peran serta seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menciptakan industri dan kawasan industri yang berdaya saing, berwawasan lingkungan dan menerapkan teknologi industri 4.0 sehingga pendalaman struktur industri melalui hilirisasi dan penguatan rantai pasok serta substitusi impor dapat tercapai demi terwujudnya Indonesia sebagai negara industri tangguh pada tahun 2035,” pungkas Eko. ***