Dari Boston, USA Pdt. Widyati Simangunsong: Agar Tepat Sasaran Pos Pelkes Harus Ditata…

Pdt. Widyati Simangunsong- Sudarisman, S.Th. M.Min
…yang harus ditata adalah bagaimana jemaat induk (PHM) bersama-sama dengan jemaat pendukung secara aktif mendukung Pos Pelkes agar dapat mencapai kemandiriannya dalam upaya mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah di wilayah pelayanannya.
PEKA melihat kondisi pelayanan gerejanya, Geraja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) kaitannya dengan pelayanan di Pos-pos Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes). Tak heran kalau setiap event di Pos-pos Pelkes ia hadir seraya mencari solusi agar model pelayanan di Pos-pos Pelkes semakin baik.

Mencari tahu itu lebih dalam, Redaktur EmitenUpdate.com, Frans S. Pong mewawancarai Pdt. Widyati Simangunsong- Sudarisman, S.Th. M.Min yang berada di Boston, USA. Berikut petikan wawancaranya.
Apa yang harus ditata agar pelayanan di Pos-pos Pelkes lebih tepat sasaran?
Dari pertanyaan ini, yang terlebih dahulu perlu dan penting untuk dipahami adalah apa gerangan sasaran itu sendiri. Di Tata Gereja GPIB, Pos Pelkes, merupakan satuan unit wilayah pelayan GPIB (sebagai suatu Persekutuan), selain sektor, Pos, Bajem, Jemaat dan Mupel dimana Pos Pelkes digaris bawahi sebagai wilayah pelayanan di wilayah pedesaan.
Terminologi “pedesaan” ini mungkin akan lebih tepat jika disebut sebagai wilayah pelayanan yang jaraknya relatif jauh dari pusat/induk jemaat. Sebab ada pusat/induk jemaat berada jauh dari kantor Kecamatan dan Pos Pelkesnya bersebelahan dengan Kantor Kecamatan. Jadi, bukan masalah desa atau kota.
Selanjutnya apa sasaran dibuatnya wilayah pelayanan? Yaitu agar pelayanan gereja dapat dilakukan secara efektif kepada jemaat. Ada beberapa kondisi umum yang ada di wilayah yang jaraknya reletif jauh dari pusat/induk jemaat tersebut seperti:
- jumlah anggota jemaat di Pos Pelkes relatif sedikit dan tersebar luas,
- tingkat edukasi anggota jemaatnya relatif lebih rendah,
- kekuatan ekonomi secara komunal relatif lebih kecil,
Dan apa yang menjadi sasaran pelayanan itu sendiri? Yaitu menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah.
Dalam keberadaan Pos Pelkes yang a, b dan c tadi, maka Pos Pelkes sebagai bagian dari suatu jemaat maka harus dibantu oleh induk jemaat (pada pelaksanaannya oleh PHM) agar dapat berperan dalam mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah tadi. Bantuan yang dimaksud adalah agar Pos Pelkes tersebut dapat tumbuh dan kuat sehingga mencapai kemandirian teologi, daya dan dana. Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksud dengan Pendewasaan dalam Peraturan No. 8 pada Tata Gereja GPIB.
Sebagai suatu Pos Pelayanan, sesungguhnya setiap Pos Pelkes sudah memiliki dan dimiliki oleh Jemaat Pendukungnya secara tersendiri.
Dengan demikian yang harus ditata adalah upaya bagaimana agar jemaat induk (PHM) bersama-sama dengan jemaat pendukung dapat secara aktif mendukung Pos Pelkes agar dapat mencapai kemandiriannya dalam upaya mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah di wilayah pelayanannya.
Upaya tersebut dimulai dari secara aktif ikut serta bersama-sama menyusun program kerja bagi Pos Pelkes tersebut yang terintegrasi dengan program kerja jemaat yang berada di sektor ataupun Pos Pelayanan, melibatkan jemaat/presbiter Pos Pelkes dalam pelayanan dalam upaya melakukan pembelajaran, bantuan tenaga pengajar/pembimbing/coach/…, bantuan dana yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan kapasitas pelayanan jemaat dan presbiter Pos Pelkes. Dan banyak lain, tak ubahnya dengan apa yang diberikan kepada jemaat/presbiter yang ada di sektor sektor yang keberadaannya dekat dengan pusat/induk jemaat.
Apakah model pelayanan di Pos Pelkes dari MS ke pelosok apa sudah bagus?
Saya melihat bahwa ada beberapa hal yang bisa kita lakukan bagi mendorong agar proses pendewasaan yang dimaksud oleh Peraturan No. 8 Tata Gereja GPIB.
- Peningkatan kapasitas jemaat/presbiter di Pos Pelkes dalam kemampuannya memahami bagaimana melakukan penatalayanan berjemaat yang sesuai dengan pedoman GPIB. Hal ini dengan pelatihan dalam artian luas, disesuaikan dengan kondisi jemaat di Pos Pelkes tersebut. aspek budaya, pendidikan, mata pencaharian, sosiologi, dan aspek lain dari Pos Pelkes tersebut tentunya menjadi variasi corak cara melakuikan peningkatan kapasitas jemaat/presbiter tersebut. Dan peningkatan kapasitas ini mungkin saja harus dimulai dari PHMJ sebagai “penanggung jawab” proses pendewasaan itu sendiri.
- Dengan kemajuan teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang ada sekarang ini, kita sebaiknya menggunakan kemajuan ini dalam melakukan peningkatan kapasitas jemaat/presbiter di Pos Pelkes sebagai pengganti kunjungan ke Pos Pelkes yang relatif sering (frequent) dan berbiaya besar.
- KMJ sebagai “manager” jemaat sebaiknya dibekali kemampuan agar dapat menjadi “coach” dalam mengorkestrasi seluruh jemaatnya agar dapat menjalankan kegiatan mewujudkan tanda tanda Kerajaan Allah, termasuk oleh jemaat di Pos Pelkes.
Apa yang harus dilakukan agar ekonomi warga Pos Pelkes membaik?
- Penggalangan dan pemanfaatan potensi SDM GPIB yang sangat kuat (banyak ahli di bidangnya) dan potensi dana yang ada di GPIB sangat mungkin dibuat program peningkatan kapasitas ekonomi Pos Pelkes. Penggalangan dan pemanfaatan ini seperti menjadi tenaga edukasi, motivator, akses tenaga ahli, akses pasar dan akses pendanaan. Kekuatan dari penggalangan merupakan cerminan dari keeratan persekutuan.
- Sebelum kita dapat menjalankan peran UP2M (dari kita untuk public) sebaiknya terlebih dahulu kita melakukan Penguatan Ekonomi Pos Pelkes (dari kita untuk kita). ***

